Pemenang Soyjoy Healthylicious, Yuliana Tan dan Sri Primadika Agustina, belum lama ini berlibur ke Jepang sebagai hadiah utama kompetisi gaya hidup sehat tersebut. Pesan apa yang dibawa dari negeri sakura yang dikenal disiplin menerapkan pola hidup sehat? Yuliana Tan (31) berbagi pengalamannya pada Kompas Female saat bertemu di Jakarta, Senin (26/7/2010).
Tubuh langsing yang dimiliki perempuan atau lelaki Jepang, menurut pengamatan Yuliana, ternyata bukan hanya didapatkan dari kebiasaan berjalan kaki. Bagaimana pola makan mereka setiap harinya, ditambah lagi karakter makanan Jepang yang dikenal sarat kesegaran dan cenderung mentah, seperti sushi, juga sangat menentukan. Tentu saja pola hidup sehat ini tetap diimbangi dengan olahraga.
"Selama lima hari di Jepang, kami jarang makan makanan cepat saji. Setiap jam makan datang, porsi dan menunya lengkap, mulai makanan pembuka, makanan utama, dan penutup. Karbohidrat bahkan disajikan menjelang makanan penutup, saat perut sudah mulai kenyang. Tak seperti kebiasaan makan di Indonesia, di mana nasi disajikan sejak awal makan," papar Yuliana, menceritakan pengalamannya selama berkunjung ke Jepang pada 29 Juni - 4 Juli 2010 lalu.
Setiap sajian, porsinya sedikit dan habis dalam satu kali lahap saja, kata Yuli. Misalnya, makanan pembukanya berupa beberapa potong ikan matang dengan sayuran. Lalu makanan utamanya seperti steak atau pilihan nasi dan mi, dan penutup berupa buah atau es krim. Pola dan porsi menu ini baik untuk tubuh, karena saat lapar perut tidak langsung dipenuhi makanan berat. Usus dibiarkan mencerna perlahan makanan dalam porsi kecil, bertahap hingga agak berat.
"Dari cara ini kami belajar makan pelan-pelan, dan gula darah pun naik perlahan tidak langsung berubah drastis. Karbohidrat pun disajikan saat perut sudah mulai kenyang sehingga konsumsinya tidak terlalu banyak," jelas perempuan yang mengaku bermasalah dengan berat badan ini.
Sebelum mengikuti kompetisi yang ingin memberikan inspirasi hidup sehat ini, Yuli sudah mengatur pola makan agar bisa menurunkan beratnya. Maklum saat itu, sales manager salah satu stasiun televisi swasta ini tengah mempersiapkan pernikahan. Namun cara yang dicarinya sendiri tak mampu memberikan solusi. Sampai akhirnya Yuli mendapatkan pencerahan dari rangkaian kegiatan kompetisi Soyjoy selama tiga bulan lamanya.
Dari pengalamannya selama di Jepang, Yuli mengaku, makanan segar menjadi faktor lain yang mempengaruhi perubahan dalam dirinya. Ikan yang segar dan hanya dimasak saat akan dimakan, ataupun makanan mentah yang ternyata tak seperti dibayangkan sebelumnya, membuat selera makan Yuli berubah.
"Tadinya saya tidak suka makanan mentah, karena mengira baunya amis, namun cara memasak di Jepang membuat makanan mentah yang segar namun tetap enak dimakan. Dari 10 makanan segar (mentah) hanya tiga yang tak bisa saya makan," jelas Yuli.
Meski mendapatkan pengalaman dan gaya hidup berbeda di Jepang (khususnya soal pola makan), Yuli mengaku sulit menerapkannya di Jakarta. Cara memasak dan akses untuk mendapatkan makanan segar di Jakarta agak sulit. Di Jepang, kata Yuli, dalam jajanan yang harganya lebih murah, pola makannya sama. Makanan selalu dimulai dari porsi kecil dan bertahap, sehingga aman untuk gula darah dan pencernaan.
Cara makan sehat ala Jepang ini dirasa Yuli sesuai kelas nutrisi yang diperoleh dalam kompetisi Soyjoy. Selama dua jam, saat masih menjalankan kompetisi, para finalis mendapatkan pengetahuan seputar nutrisi yang biasanya diberikan dalam satu semester. Pesan penting yang direkam Yuli adalah memilih dan memilah jenis makanan dengan prioritas mengandung banyak serat, mengatur variasi makanan dan pola makan, serta hanya mengonsumsi makanan segar yang tidak diproses dalam waktu lama.
"Makanan yang menjalani proses pembuatan lama mengurangi kandungan gizi dan hanya akan menimbun lemak jika digoreng dalam waktu lama," kata Yuli, yang mengaku berat badannya mulai turun dari 68 kilogram (sebelum mengikuti kompetisi) ke 63 kilogram saat ini. Targetnya, ingin menurunkan lima kilogram lagi. Rasanya mungkin saja dengan kebiasaan Yuli yang mulai berubah ditambah kesadaran untuk lebih menjaga pola makannya.
Tertarik menerapkan pengalaman Yuli untuk diri sendiri?
WAF
Editor: din
Sumber: http://female.kompas.com/read/xml/2010/07/27/07241189/tiru.cara.makan.orang.jepang
Makan Perlahan Bikin Langsing
Para peneliti menemukan bahwa seseorang yang makan lebih cepat akan mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada makan lebih lambat. Karena, hormon glucagon yang dihasilkan pankreas untuk meningkatkan kadar gula dalam darah tubuh -berlawanan dengan insulin yang menurunkan kadar gula darah- bekerja lebih efektif dalam proses pencernaan yang lambat daripada saat mencerna dengan cepat. Selain itu, glucagon juga berfungsi sebagai pemberi "sinyal" ke hipothalamus untuk perasaan kenyang. Sehingga, dengan makan lebih lambat, Anda lebih cepat merasa kenyang dan porsi makn pun menjadi lebih kecil.
Manfaat Makan Lebih Lambat
Metode slow eating atau memperlambat proses makan, tidak hanya akan membantu tubuh untuk mengurangi porsi makan dan akhirnya membuat Anda lebih langsing. Namun juga memberi manfaat lainnya. Di antaranya:
1. Lebih Menyenangkan
Dengan makan lebih lambat, Anda lebih menikmati proses makan sehari-hari. Makan tidak lagi sekadar kebutuhan hidup, namun sebuah proses yang dapat dirasakan dan proses rekreasi. Jika selama ini Anda tak pernah memerhatikan tekstur, rasa, dan komposisi makanan yang Anda santap, kini sebaliknya, Anda juga tak harus menjalani diet super ketat yang menyiksa, namun cukup mengkonsumsi makanan sehat dan rendah lemak.
2. Pencernaan Lebih Baik
Proses pencernaan yang terpenting pada manusia sebenarnya terjadi di dalam mulut. Ketika enzim dalam saliva Anda mulai bekerja. Dengan mengunyah lebih lama, perut Anda mendapat "sinyal" mengenai makanan yang akan dicerna, misalnya jenis karbohidrat atau protein di dalam mulut. Sehingga, perut juga akan bersiap-siap dengan enzim yang tepat untuk menyambut makanan masuk.
3. Mencegah Resistensi Insulin
Dengan makan lebih lambat, tubuh Anda jugat tidak "kaget" dan melepaskan insulin dalam jumlah besar untuk mengimbangi karbohidrat yang masuk. Sehingga fungsi pankreas Anda dapat terjaga dan produksi insulin dapat terus berjalan baik. Hal ini, membantu mencegah terjadinya pengurangan produksi insulin atau diabetes.
Tak ada salahnya mencoba metode sederhana ini. Tubuh lebih langsing tanpa diet menyiksa. Di samping itu, banyak pula manfaat lain yang bisa Anda peroleh.
(Primanila Serny/Majalah Chic)
Tubuh langsing yang dimiliki perempuan atau lelaki Jepang, menurut pengamatan Yuliana, ternyata bukan hanya didapatkan dari kebiasaan berjalan kaki. Bagaimana pola makan mereka setiap harinya, ditambah lagi karakter makanan Jepang yang dikenal sarat kesegaran dan cenderung mentah, seperti sushi, juga sangat menentukan. Tentu saja pola hidup sehat ini tetap diimbangi dengan olahraga.
"Selama lima hari di Jepang, kami jarang makan makanan cepat saji. Setiap jam makan datang, porsi dan menunya lengkap, mulai makanan pembuka, makanan utama, dan penutup. Karbohidrat bahkan disajikan menjelang makanan penutup, saat perut sudah mulai kenyang. Tak seperti kebiasaan makan di Indonesia, di mana nasi disajikan sejak awal makan," papar Yuliana, menceritakan pengalamannya selama berkunjung ke Jepang pada 29 Juni - 4 Juli 2010 lalu.
Setiap sajian, porsinya sedikit dan habis dalam satu kali lahap saja, kata Yuli. Misalnya, makanan pembukanya berupa beberapa potong ikan matang dengan sayuran. Lalu makanan utamanya seperti steak atau pilihan nasi dan mi, dan penutup berupa buah atau es krim. Pola dan porsi menu ini baik untuk tubuh, karena saat lapar perut tidak langsung dipenuhi makanan berat. Usus dibiarkan mencerna perlahan makanan dalam porsi kecil, bertahap hingga agak berat.
"Dari cara ini kami belajar makan pelan-pelan, dan gula darah pun naik perlahan tidak langsung berubah drastis. Karbohidrat pun disajikan saat perut sudah mulai kenyang sehingga konsumsinya tidak terlalu banyak," jelas perempuan yang mengaku bermasalah dengan berat badan ini.
Sebelum mengikuti kompetisi yang ingin memberikan inspirasi hidup sehat ini, Yuli sudah mengatur pola makan agar bisa menurunkan beratnya. Maklum saat itu, sales manager salah satu stasiun televisi swasta ini tengah mempersiapkan pernikahan. Namun cara yang dicarinya sendiri tak mampu memberikan solusi. Sampai akhirnya Yuli mendapatkan pencerahan dari rangkaian kegiatan kompetisi Soyjoy selama tiga bulan lamanya.
Dari pengalamannya selama di Jepang, Yuli mengaku, makanan segar menjadi faktor lain yang mempengaruhi perubahan dalam dirinya. Ikan yang segar dan hanya dimasak saat akan dimakan, ataupun makanan mentah yang ternyata tak seperti dibayangkan sebelumnya, membuat selera makan Yuli berubah.
"Tadinya saya tidak suka makanan mentah, karena mengira baunya amis, namun cara memasak di Jepang membuat makanan mentah yang segar namun tetap enak dimakan. Dari 10 makanan segar (mentah) hanya tiga yang tak bisa saya makan," jelas Yuli.
Meski mendapatkan pengalaman dan gaya hidup berbeda di Jepang (khususnya soal pola makan), Yuli mengaku sulit menerapkannya di Jakarta. Cara memasak dan akses untuk mendapatkan makanan segar di Jakarta agak sulit. Di Jepang, kata Yuli, dalam jajanan yang harganya lebih murah, pola makannya sama. Makanan selalu dimulai dari porsi kecil dan bertahap, sehingga aman untuk gula darah dan pencernaan.
Cara makan sehat ala Jepang ini dirasa Yuli sesuai kelas nutrisi yang diperoleh dalam kompetisi Soyjoy. Selama dua jam, saat masih menjalankan kompetisi, para finalis mendapatkan pengetahuan seputar nutrisi yang biasanya diberikan dalam satu semester. Pesan penting yang direkam Yuli adalah memilih dan memilah jenis makanan dengan prioritas mengandung banyak serat, mengatur variasi makanan dan pola makan, serta hanya mengonsumsi makanan segar yang tidak diproses dalam waktu lama.
"Makanan yang menjalani proses pembuatan lama mengurangi kandungan gizi dan hanya akan menimbun lemak jika digoreng dalam waktu lama," kata Yuli, yang mengaku berat badannya mulai turun dari 68 kilogram (sebelum mengikuti kompetisi) ke 63 kilogram saat ini. Targetnya, ingin menurunkan lima kilogram lagi. Rasanya mungkin saja dengan kebiasaan Yuli yang mulai berubah ditambah kesadaran untuk lebih menjaga pola makannya.
Tertarik menerapkan pengalaman Yuli untuk diri sendiri?
WAF
Editor: din
Sumber: http://female.kompas.com/read/xml/2010/07/27/07241189/tiru.cara.makan.orang.jepang
Makan Perlahan Bikin Langsing
Para peneliti menemukan bahwa seseorang yang makan lebih cepat akan mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada makan lebih lambat. Karena, hormon glucagon yang dihasilkan pankreas untuk meningkatkan kadar gula dalam darah tubuh -berlawanan dengan insulin yang menurunkan kadar gula darah- bekerja lebih efektif dalam proses pencernaan yang lambat daripada saat mencerna dengan cepat. Selain itu, glucagon juga berfungsi sebagai pemberi "sinyal" ke hipothalamus untuk perasaan kenyang. Sehingga, dengan makan lebih lambat, Anda lebih cepat merasa kenyang dan porsi makn pun menjadi lebih kecil.
Manfaat Makan Lebih Lambat
Metode slow eating atau memperlambat proses makan, tidak hanya akan membantu tubuh untuk mengurangi porsi makan dan akhirnya membuat Anda lebih langsing. Namun juga memberi manfaat lainnya. Di antaranya:
1. Lebih Menyenangkan
Dengan makan lebih lambat, Anda lebih menikmati proses makan sehari-hari. Makan tidak lagi sekadar kebutuhan hidup, namun sebuah proses yang dapat dirasakan dan proses rekreasi. Jika selama ini Anda tak pernah memerhatikan tekstur, rasa, dan komposisi makanan yang Anda santap, kini sebaliknya, Anda juga tak harus menjalani diet super ketat yang menyiksa, namun cukup mengkonsumsi makanan sehat dan rendah lemak.
2. Pencernaan Lebih Baik
Proses pencernaan yang terpenting pada manusia sebenarnya terjadi di dalam mulut. Ketika enzim dalam saliva Anda mulai bekerja. Dengan mengunyah lebih lama, perut Anda mendapat "sinyal" mengenai makanan yang akan dicerna, misalnya jenis karbohidrat atau protein di dalam mulut. Sehingga, perut juga akan bersiap-siap dengan enzim yang tepat untuk menyambut makanan masuk.
3. Mencegah Resistensi Insulin
Dengan makan lebih lambat, tubuh Anda jugat tidak "kaget" dan melepaskan insulin dalam jumlah besar untuk mengimbangi karbohidrat yang masuk. Sehingga fungsi pankreas Anda dapat terjaga dan produksi insulin dapat terus berjalan baik. Hal ini, membantu mencegah terjadinya pengurangan produksi insulin atau diabetes.
Tak ada salahnya mencoba metode sederhana ini. Tubuh lebih langsing tanpa diet menyiksa. Di samping itu, banyak pula manfaat lain yang bisa Anda peroleh.
(Primanila Serny/Majalah Chic)
No comments:
Post a Comment