Seperti diungkapkan Dr H Ari Fahrial S, SpPD-KGEH, MMB, spesialis penyakit dalam dari RS Cipto Mangunkusumo, keluhan bisa serupa karena letak lambung dan kantong empedu berdekatan, yakni di ulu hati. Jika salah satu organ ini rnengalami peradangan, rasanya hampir sama.
"Orang mengira maag dan kembung, tetapi setelah beberapa kali pemeriksaan diketahui ada batu di kantong atau saluran empedu," ungkap Dr Ari.
Untuk membedakan dengan maag, kita perlu memerhatikan penjalaran dan frekuensi nyeri. "Kalau maag, frekuensi sakit biasanya pelan-pelan hingga akhirnya begitu hebat. Apabila batu empedu, sakitnya tiba-tiba timbul dengan sangat dan kemudian bisa hilang begitu saja," tutur dosen di FKUI ini.
Peradangan pada kantong dan saluran menimbulkan nyeri di bawah tulang iga, sedikit ke kanan. Nyeri itu berpotensi menjalar hingga ke pinggang bagian kanan dan bahu kanan. Apabila lambung yang meradang, nyerinya terasa lebih sedikit ke atas ulu hati dan ke kiri. "Rasa sakit biasanya juga terjadi dalam 2 hingga 4 jam setelah menyantap makanan berlemak. Timbulnya sering kali antara pukul 21.00 hingga pukul 06.00," katanya.
Kecil lebih berbahaya
"Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain dan memicu masalah baru," ujarnya.
Riset menunjukkan, penyakit batu empedu di Asia umumnya disebabkan infeksi di saluran pencernaan. Di Barat dipicu empat faktor risiko, yakni jenis kelamin wanita, usia di atas 40 tahun, diet tinggi lemak, dan masalah kesuburan.
Di Indonesia, faktor pencetus infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.
"Penyebab paling utama di Indonesia adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu," paparnya.Infeksi tersebut kebanyakan berupa tifoid atau tifus. "Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam," katanya.
Kebiasaan pasien yang tidak menghabiskan penggunaan obat antibiotik juga dapat memicu timbulnya batu empedu. Kuman akan terus berada di kantong empedu karena dalam siklus perjalanannya akan bermuara di kantong empedu.
"Itu alasannya antibiotik harus dihabiskan supaya kuman di kantong empedu benar-benar habis," ujarnya.
Akibat tumpukan lemak
Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Cairan empedu yang berwarna hijau kecoklatan bertugas dalam proses penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, dan K. Cairan empedu penting dalam proses pencernaan, terutama lemak.
Cairan empedu disimpan di kantong empedu yang terletak di bawah organ hati. Bentuknya seperti buah pir dan bisa menampung 50 ml cairan empedu. Kantong sepanjang 7-10 sentimeter ini terhubung dengan hati dan usus 12 jari melalui saluran empedu.
Bila kadar kolesterol dalam tubuh meningkat dan hati tak bisa lagi mengeluarkannya bisa terbentuk batu empedu. "Pada orang yang memiliki bakat kolesterol tinggi, ada lebih banyak lagi tumpukan kolesterol, dan sangat bisa mencetuskan batu empedu. Kecenderungannya sampai 30 persen," ujarnya.
Awalnya kolesterol mengendap, lalu biasanya terjadi penebalan dinding empedu. Selanjutnya akan terjadi perubahan kimiawi pada empedu yang disebut batu empedu.
Batu empedu juga bisa disebabkan tumpukan pigmen bilirubin dan garam kalsium yang membentuk partikel seperti kristal padat. Karena itu, cirinya berbeda. Batu empedu dari tumpukan kolesterol berwarna kekuningan dan tampak mengilap seperti minyak, sedangkan dari tumpukan pigmen bilirubin berwarna hitam tetapi keras atau berwarna coklat tua, tetapi rapuh.
Batu empedu dapat menyebabkan berbagai masalah apabila masuk ke saluran pencernaan atau usus halus. Terkadang batu juga muncul pada saluran empedu. Apabila batu ini terdapat pada kandung empedu bisa terjadi peradangan kolestitis akut. Itu karena adanya pecahan batu di dalam saluran empedu yang menimbulkan rasa sakit berlebihan.
Obat hanya mencegah
Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG. Bisa juga dilakukan foto sinar X dan pemeriksaan darah di laboratorium. Perawatan dengan mengistirahatkan kantong empedu. Pengobatan terapi yang biasa dilakukan adalah kombinasi obat Chenodeoxycholic Acid (CCDA) dan Ursodeoxicholic Acid (UDCA).
"Pengobatan terapi kombinasi CCDA (mengurangi sintesis kolesterol) dan UDCA (mengurangi penyerapan kolesterol) diharapkan bisa menyembuhkan batu empedu tanpa efek samping," katanya.
Berdasarkan penelitian, terapi tersebut hanya bisa mencegah, tetapi tidak menghilangkan batu empedu. Untuk menghilangkan batu tetap dperlukan tindakan medis. Pilihan ada dua, yakni laparoskopi atau operasi biasa.
Rambut Jagung Luruhkan Batu Empedu
Selama ini Anda mungkin mencari solusi alami untuk mengatasi masalah batu empedu. Bisa jadi rambut jagung adalah pilihannya. Pasalnya, sebagai terapi awal, rambut jagung ternyata memiliki potensi besar untuk meluruhkan batu empedu. Beberapa uji laboratorium telah menguatkan dugaan itu.
Rambut jagung dalam kehidupan sehari-hari lebih dilihat sebagai limbah dari industri pangan maupun rumah tangga. Padahal, seperti diungkapkan ahli tanaman obat Dr.Setiawan Dalimartha, sebagian besar masyrakat sudah memanfaatkan air rebusan rambut jagung sebagai obat tradisional untuk peluruh air seni dan penurun tekanan darah.
Penelitian mengenai kandungan rambut jagung sayangnya masih terbatas dan belum banyak dipublikasi. Namun, beberapa penilitan menunjukan ditemukan adanya kandungan flavonoid yang bermanfaat sebagai peluruh batu empedu.
Sebelum Anda mengonsumsi, pastikan memilih rambut jagung yang masih segar. Maksudnya, pilih jagung yang segar dan ambil rambut jagung yang sebagian masih terbungkus pelepah jagung.
"Jadi bukan yang di luar. Karena rambut jagung bagian dalam jauh lebih bersih dan banyak mengandung zat yang bermanfaat," kata Setiawan.
Tertarik untuk mencoba? Cara meramunya mudah kok.
Peluruh batu empedu
Siapkan 30 gram rambut jagung, rebus dengan air secukupnya. Setelah mendidih, saring airnya lalu dinginkan. Saring kembali, dan setelah dingin dapat diminum. Minum ramuan ini sehari sekali.
Pereda panas dalam
Siapkan 30-40 gram rambut jagung dan irisan daun pandan. Rambut jagung dan daun pandan direbus dengan air secukupnya. Setelah dingin, saring lalu diminum.
Peluruh kencing (diuretik)
Siapkan 30-50 gram rambut jagung dan satu rimpang jahe ukuran sedang. Rebus bahan-bahan dengan air secukupnya. Setelah dingin, saring. Boleh ditambah madu.
Bayam Cegah Batu Empedu
Mungkin hanya sedikit saja dari kita yang mempedulikan batu empedu. Padahal, setiap orang hampir pasti akan mengalaminya dan bukan mustahil akan mendapat masalah batu empedu di suatu saat nanti.
Terbentuknya batu empedu merupakan salah satu kelainan utama yang timbul pada kandung dan saluran empedu. Batu empedu terjadi karena perubahan kimiawi pada empedu seseorang. Batu empedu terbentuk dari endapan kolesterol, pigmen bilirubin dan garam kalsium yang mengeras, namun kebanyakan batu kandung empedu terbentuk dari kolesterol.
Pada kantung empedu, batu dapat menyebabkan peradangan yang disebut kolestitis akut, hal ini karena adanya pecahan batu empedu di dalam saluran empedu yang menimbulkan rasa sakit. Batu-batu yang melalui kantong empedu dapat menyangkut di dalam hati dan saluran empedu, sehingga menghentikan aliran dari empedu ke dalam saluran pencernaan.
Meski penyakit kandung empedu jarang menunjukkan gejala, pada keadaan memburuk bisa menyiksa. Jika seseorang sudah mengidap batu empedu, gejala yang mungkin timbul adalah serangan ketika makan berlemak tinggi. Batu yang menghambat aliran empedu akan menimbulkan sakit yang akut pada sebelah kanan atas perut dan mengarah ke punggung, antara bahu dan ke dada depan.
Menurut sebuah riset terbaru di Amerika Serikat, pembentukan batu empedu sebenarnya dapat ditekan dengan konsumsi makanan yang mengandung magnesium. Jenis makanan yang kaya magnesium di antaranya adalah ikan, kacang almon kering, bayam, alpukat, pisang, kismis dan kacang mede.
Adalah Dr. Chung-Jyi Tsai dan rekannya dari University of Kentucky Medical Center di Lexington yang mempublikasikan sebuah penelitian tentang peran magnesium menekan risiko pembentukan batu empadu. Seperti yang dimuat American Journal of Gastroenterology, Dr. Chung-Jyi Tsai mencatat bahwa konsumsi magnesium dalam beberapa tahun terakhir relatif menurun akibat pengolahan makanan yang terlalu lama.
Kurangnya magnesium sudah sejak lama dikenal dapat meningkatkan kadar trigliserida serta menurunkan kolesterol baik (HDL) dalam darah, yang mana keduanya memicu risiko pembentukan batu empedu. Namun begitu, hingga saat ini pengaruh atau dampak jangka panjang magnesium terhadap risiko pembentukan batu empedu pada manusia belum diketahui mendalam.
Oleh sebab itulah, Tsai beserta timnya melakukan riset dengan cara menganalisa data 42.705 pria berusia antara 40 hingga 75 tahun. Para pria ini dipantau perkembangannya dari tahun 986 hingga 2002 dan mereka juga disurvei setiap dua tahun untuk mengetahui kasus penyakit baru, termasuk penyakit kantung empedu. Para peneliti mengumpulkan informasi soal asupan magnesium melalui sebuah kuisioner semikuantitatif yang dikirim kepada para partisipan setiap empat tahun. Selama masa pemantauan, para peneliti mencatat sekitar 2195 pria didiagnosa penyakit batu empedu.
Hasil riset menunjukkan, partisipan yang memperoleh asupan magnesium tertinggi mengalami penurunan risiko batu empedu hingga 33 persen ketimbang mereka yang mendapat asupan magnesium paling rendah. Penurunan risiko juga terlihat ketika peneliti hanya mempertimbangkan asupan makanan mengandung magnesium tanpa pemberian suplemen.
“Dari banyak riset, tampak bahwa pola makan sehat, yang mengutamakan sayuran, serat, karbohidrat kompleks dan juga asupan magnesium, akan menurunkan risiko batu empedu simtomatik. Pola makan yang sehat juga dapat membantu seseorang dalam mencegah penyakit selain batu empedu ,” ungkap Dr. Cynthia W. Ko, dari Universitas Washington di Seattle, dalam sebuah editorial menanggapi temuan ini.
Sumber: Kompas.com
No comments:
Post a Comment